Cara Cari duit

Thursday, September 13, 2012

Pengertian Kawasan Berikat :


Pengertian Kawasan Berikat : 

Pengertiannya adalah Tempat Penimbunan Berikat adalah bangunan, tempat, atau kawasan yang memenuhi persyaratan tertentu yang digunakan untuk menimbun barang dengan tujuan tertentu dengan mendapatkan penangguhan Bea Masuk.

Kawasan Berikat adalah Tempat Penimbunan Berikat untuk menimbun barang impor dan/atau barang yang berasal dari tempat lain dalam daerah pabean guna diolah atau digabungkan, yang hasilnya terutama untuk diekspor.

Penyelenggara Kawasan Berikat adalah badan hukum yang melakukan kegiatan menyediakan dan mengelola kawasan untuk kegiatan pengusahaan Kawasan Berikat.
Pengusaha Kawasan Berikat adalah badan hukum yang melakukan kegiatan pengusahaan Kawasan Berikat.
Pengusaha di Kawasan Berikat merangkap Penyelenggara di Kawasan Berikat, yang selanjutnya disingkat PDKB, adalah badan hukum yang melakukan kegiatan pengusahaan Kawasan Berikat  yang berada di dalam Kawasan Berikat milik Penyelenggara Kawasan Berikat yang statusnya sebagai badan hukum yang berbeda.
Kegiatan Pengolahan adalah kegiatan: mengolah barang dan bahan dengan atau tanpa Bahan Penolong menjadi barang hasil produksi dengan nilai tambah yang lebih tinggi, termasuk perubahan sifat dan fungsinya; dan/atau budidaya flora dan fauna.
Kegiatan Penggabungan adalah menggabungkan barang Hasil Produksi Kawasan Berikat yang bersangkutan sebagai produk utama dengan barang jadi yang berasal dari impor, dari Kawasan Berikat lain, dan/atau dari tempat lain dalam daerah pabean.

Barang Modal adalah barang yang digunakan oleh Penyelenggara Kawasan Berikat, Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB berupa: peralatan untuk pembangunan, perluasan, atau konstruksi Kawasan Berikat; mesin; dan cetakan (moulding), tidak meliputi bahan dan perkakas untuk pembangunan, perluasan, atau kontruksi Kawasan Berikat serta suku cadang yang dimasukkan tidak bersamaan dengan Barang Modal yang bersangkutan.

Bahan Baku adalah barang dan bahan yang akan diolah menjadi  barang hasil produksi yang mempunyai nilai guna yang lebih tinggi.

Bahan Penolong adalah barang dan bahan selain Bahan Baku yang digunakan dalam Kegiatan Pengolahan atau Kegiatan Penggabungan yang berfungsi membantu dalam proses produksi.
Sisa Bahan Baku adalah Bahan Baku yang masih tersisa yang tidak digunakan lagi dalam proses produksi.
Hasil Produksi Kawasan Berikat adalah hasil dari Kegiatan Pengolahan atau  Kegiatan Pengolahan dan Kegiatan Penggabungan sesuai yang tercantum dalam keputusan mengenai penetapan izin sebagai Kawasan Berikat.

Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas, yang selanjutnya disebut Kawasan Bebas, adalah suatu kawasan yang berada dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terpisah dari daerah pabean, sehingga bebas dari pengenaan Bea Masuk, Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), dan Cukai.

Pajak Dalam Rangka Impor yang selanjutnya disingkat PDRI adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), dan/atau Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 Impor.

Orang adalah orang perseorangan atau badan hukum.
Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia.
Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai.

Kantor Wilayah atau Kantor Pelayanan Utama adalah Kantor Wilayah atau Kantor Pelayanan Utama di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya kewajiban pabean sesuai dengan Undang-Undang Kepabeanan dan Undang-Undang Cukai.

Kantor Pabean adalah kantor dalam lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya kewajiban pabean sesuai dengan Undang-Undang Kepabeanan dan Undang-Undang Cukai.
Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu.

Petugas Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang bertugas di Kawasan Berikat.

Badan Pengusahaan Kawasan Bebas adalah Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas.

Monday, September 3, 2012

PERATURAN TATA CARA PENDIRIAN KAWASAN BERIKAT :


PERATURAN TATA CARA PENDIRIAN KAWASAN BERIKAT :

I. DASAR HUKUM

1. Pasal 44 Undang-undang Nomor 10 tahun 1995 tentang Kepabeanan;

2. Pasal 7 dan 8 Peraturan Pemerintah Nomor 33 tahun 1996 tanggal 4 Juni 1996 tentang Tempat Penimbunan Berikat sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 1997;

3. Pasal 3, 4 dan 5 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 291/KMK.01/1997 tanggal 26 Juni 1997 tentang Kawasan Berikat sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturanan Menteri Keuangan Nomor 101/PMK.04/2005;

4. Pasal 7 s.d Pasal 15 Keputusan DJBC No. KEP-63/BC/1997 tanggal 25 Juli 1997 tentang Tatacara Pendirian dan Tatalaksana Pemasukan dan Pengeluaran Barang ke dan dari Kawasan Berikat;

5. SE DJBC No. SE-07/BC/2004 tanggal 7 April 2004 tentang Ketentuan Terhadap Penyelenggara dan/atau Pengusaha Tempat Penimbunan Berikat (TPB) Yang Menguasai Lokasi TPB Berdasarkan Perjanjian Sewa Menyewa.

II. PENGERTIAN

1. Kawasan Berikat adalah suatu bangunan, tempat atau kawasan dengan batas-batas tertentu yan didalamnya dilakukan kegiatan usaha industri pengolahan barang dan bahan, kegiatan rancang bangun, perekayasaan, penyortiran, pemeriksaan awal, pemeriksaan akhir, dan pengepakan atas barang dan bahan asal impor atau barang dan bahan dari dalam Daerah Pabean Indonesia Lainnya (DPIL), yang hasilnya terutama untuk tujuan ekspor

2. Penyelenggara Kawasan Berikat (PKB) adalah Perseroan Terbatas, Koperasi yang berbentuk badan hukum atau yayasan yang memiliki, menguasai, mengelola dan menyediakan sarana dan prasarana guna keperluan pihak lain di KB yang diselenggarakannya berdasarkan persetujuan untuk meyelenggarakan KB

3. Pengusaha Di Kawasan Berikat (PDKB) adalah Perseroan Terbatas atau Koperasi yang melakukan kegiatan usaha industri di KB

III. SYARAT PENDIRIAN KAWASAN BERIKAT

1. Perusahaan yang dapat diberikan Izin sebagai PKB dan atau PDKB :

a. Dalam rangka PMDN

b. Dalam rangka PMA, baik sebagian atau seluruh modal sahamnya dimiliki oleh peserta asing

c. Non PMA/PMDN yang berbentuk Perseroan Terbatas

d. Koperasi yang berbentuk badan hukum

e. Yayasan

2. Dokumen yang dipesyaratkan untk mendapatkan izin sebagai PKB / PKB merangkap PDKB

a. Fotokopi surat izin usaha dari instansi teknis terkait;

b. Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) atau, UPL & UKL;

c. Fotokopi akte pendirian perusahaan yang telah disahkan oleh Departemen Hukum & HAM RI (d/h Departemen Kehakiman);

d. Fotokopi bukti kepemilikan/penguasaan lokasi/tempat yang akan dijadikan KB (jika berdasarkan kontrak sewa menyewa, minimal dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun);

e. Fotokopi NPWP, penetapan sebagai PKP dan SPT tahunan PPh tahun terakhir bagi perusahaan yang sudah wajib menyerahkan SPT;

f. Berita Acara Pemeriksaan lokasi dari Kepala Kantor Pelayanan Bea dan Cukai (KPBC) yang mengawasi disertai lampiran berupa peta lokasi/tempat/ denah/tata letak dan foto-foto lokasi yang akan dijadikan KB yang telah ditandasahkan oleh KPBC yang mengawasi;

g. Surat Keputusan dari instansi Pemda terkait / Perda yang menetapkan area calon KB merupakan Kawasan Industri / Kawasan Peruntukan Industri (Kedepannya ijin KB hanya akan diberikan untuk perusahaan di dalam KAWASAN INDUSTRI);

h. Fotokopi KTP/ KITAS a.n penanggung jawab perusahaan dan fotokopi surat ijin kerja tenaga kerja asing (apabila penanggung jawab adalah WNA)

i. Fotokopi Surat Pemberitahuan Registrasi (SPR)


3. Dokumen yang dipesyaratkan untk mendapatkan persetujuan beroperasinya sebagai PDKB

a. Rekomendasi dari PKB;

b. Surat izin usaha industri dari instansi teknis terkait;

c. Fotokopi akte pendirian perusahaan yang telah disahkan oleh Departemen Hukum & HAM RI (d/h Departemen Kehakiman);

d. Fotokopi bukti kepemilikan lokasi/tempat yang akan dijadikan KB (jika berdasarkan kontrak sewa menyewa, minimal dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun) ;

e. Fotokopi NPWP, penetapan sebagai PKP dan SPT tahunan PPh tahun terakhir bagi perusahaan yang sudah wajib menyerahkan SPT;

f. Berita Acara Pemeriksaan lokasi dari Kepala Kantor Pelayanan Bea dan Cukai (KPBC) yang mengawasi disertai lampiran berupa peta lokasi/tempat/ denah/tata letak dan foto-foto lokasi yang akan dijadikan KB yang telah ditandasahkan oleh KPBC yang mengawasi;

g. Saldo awal bahan baku, bahan dalam proses, barang jadi, barang modal dan peralatan pabrik;

h. Fotokopi KTP/ KITAS a.n penanggung jawab perusahaan dan fotokopi surat ijin kerja tenaga kerja asing (apabila penanggung jawab adalah WNA)

i. Fotokopi Surat Pemberitahuan Registrasi (SPR)

VI. PENETAPAN PERIJINAN KAWASAN BERIKAT

a. untuk izin PKB atau PKB merangkap PDKB ditetapkan oleh Menteri Keuangan untuk mendapatkan keputusan tentang Penetapan sebagai KB serta Persetujuan PKB merangkap PDKB;

b. untuk persetujuan beroperasi sebagai PDKB ditetapkan oleh Direktur Jenderal up. Direktur Teknis Kepabeanan atas nama Menteri Keuangan.


V. KEGIATAN DALAM KAWASAN BERIKAT

Kegiatan yang utama yang dilakukan di dalam KB adalah kegiatan pengolahan (industri / manufactur / bukan hanya perakitan) yaitu kegiatan yang memproses bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya.

PDKB dalam melakukan pengolahan sebagaimana dimaksud diatas dapat memberikan atau menerima subkontrak kepada/dari PDKB lain atau perusahaan industri di DPIL.

Disamping itu di dalam KB dapat dilakukan kegiatan usaha pergudangan atau penimbunan barang. Syaratnya barang yang ditimbun tidak sama dengan barang yang dihasilkan / diproduksi oleh KB yang bersangkutan. Disamping itu barang yang ditimbun akan berfungsi untuk mendukung kegiatan industri KB itu sendiri atau perusahaan industri lainnya (Supporting Industries), misalnya untuk menimbun bahan baku.

Tatacara pendirian dan tatalaksana pemasukan barang ke dan dari pergudangan atau penimbunan di KB tersebut dilakukan sesuai Keputusan Menteri Keuangan Nomor 399/KMK.01/1996 tentang Gudang Berikat.

Friday, August 31, 2012

Kawasan Berikat Bagi Eksportir :



Beberapa Manfaat Jika menggunakan Fasillitas Kawasan Berikat bagi Pengusaha Eksportir :

Penangguhan Mea Masuk dan tidak dipungut PPN, PPnBM dan PPh Pasal 22:
· atas impor barang modal atau peralatan dan peralatan perkantoran yang semata-mata dipakai oleh PKB termasuk PKB merangkap PDKB;

· atas impor barang modal atau peralatan pabrik yang berhubungan langsung dengan kegiatan produksi PDKB;

· atas impor barang dan atau bahan untuk diolah di PDKB.

Tidak dipungut PPN dan PPnBM
· atas pemasukan Barang Kena Pajak (BKP) dari DPIL untuk diolah lebih lanjut;

· atas pengiriman barang hasil produksi PDKB ke PDKB lainnya untuk diolah lebih lanjut;

· atas pengeluaran barang dan atau bahan ke perusahaan industri di DPIL atau PDKB lainnya dalam rangka sub kontrak;

· atas penyerahan kembali BKP hasil pekerjaan sub kontrak oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) di DPIL atau PDKB lainnya kepada PKP PDKB asal;

· atas peminjaman mesin dan atau peralatan pabrik dalam rangka sub kontrak.

Pembebasan cukai:
· atas impor barang dan atau bahan untuk diolah lebih lanjut;

· atas pemasukan Barang Kena Cukai (BKC) dari DPIL untuk diolah lebih lanjut.

Disamping itu perusahaan yang mendapatkan fasilitas Kawasan Berikat masih bisa memperoleh kemudahan seperti:

Barang modal berupa mesin asal impor apabila telah melampaui jangka waktu 2 (dua) tahun sejak pengimporannya atau sejak menjadi aset perusahaan dapat dipindahtangankan dengan tanpa kewajiban membayar Bea Masuk yang terutang.
PDKB yang termasuk dalam Daftar Putih dapat mempertaruhkan jaminan berupa Surat Sanggup Bayar (SSB) kepada KPBC yang bersangkutan atas pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari PDKB yang dipersyaratkan untuk mempertaruhkan jaminan.
Manfaat Kawasan Berikat

Dengan fasilitas yang diperoleh tersebut diatas, maka manfaat yang bisa dipetik oleh pengusaha dengan mendapatkan fasilitas Kawasan Berikat antara lain:

Efisiensi waktu pengiriman barang dengan tidak dilakukannya pemeriksaan fisik di Tempat Penimbunan Sementara (TPS / Pelabuhan).

Fasilitas perpajakan dan kepabeanan memungkinkan PDKB dapat menciptakan harga yang kompetitif di pasar global serta dapat melakukan penghematan biaya perpajakan.

Cash Flow Perusahaan serta Production Schedule lebih terjamin.
Membantu usaha pemerintah dalam rangka mengembangkan program keterkaitan antara perusahaan besar, menengah, dan kecil melaui pola kegiatan sub kontrak.

Wednesday, August 22, 2012

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER -17 /BC/2012

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER -17 /BC/2012
TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN
CUKAI NOMOR PER-57/BC/2011 TENTANG KAWASAN BERIKAT DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,

Menimbang :
a. bahwa sehubungan dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 44/PMK.04/2012 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 147/PMK.04/2011 tentang Kawasan Berikat sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 255/PMK.04/2011, perlu dilakukan penyempurnaan pada Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-57/BC/2011 tentang Kawasan Berikat sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-2/BC/2012;

b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Direktur Jenderal Bea Dan Cukai Nomor PER-57/BC/2011 tentang Kawasan Berikat;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262), sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999);

2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4893);

-2-

3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264), sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 150, Tambahan  Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5069);
4. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006
Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661);
5. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3613) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 105, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4755);
6. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2000 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas menjadi
Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 251, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4053) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4775);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2009 tentang Tempat Penimbunan Berikat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 61, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4998);
8. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 147/PMK.04/2011 tentang Kawasan Berikat sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 44/PMK.04/2012;

MEMUTUSKAN:

-3-

Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER-57/BC/2011 TENTANG KAWASAN BERIKAT.

Pasal I
Beberapa ketentuan dalam Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-57/BC/2011 tentang Kawasan Berikat sebagaimana diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-2/BC/2012, diubah sebagai berikut :
1. Ketentuan Pasal 1 huruf 10 diubah sehingga Pasal 1 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 1
Dalam Peraturan Direktur Jenderal ini yang dimaksud dengan:
1. Undang-Undang Kepabeanan adalah Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006.
2. Undang-Undang Cukai adalah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007.
3. Tempat Penimbunan Berikat adalah bangunan, tempat, atau kawasan yang memenuhi persyaratan
tertentu yang digunakan untuk menimbun barang dengan tujuan tertentu dengan mendapatkan
penangguhan Bea Masuk.
4. Kawasan Berikat adalah Tempat Penimbunan Berikat untuk menimbun barang impor dan/atau barang
yang berasal dari tempat lain dalam daerah pabean guna diolah atau digabungkan, yang hasilnya terutama untuk diekspor.
5. Penyelenggara Kawasan Berikat adalah badan hukum yang melakukan kegiatan menyediakan dan
mengelola kawasan untuk kegiatan pengusahaan Kawasan Berikat.

-4-

6. Pengusaha Kawasan Berikat adalah badan hukum yang melakukan kegiatan pengusahaan Kawasan
Berikat.
7. Pengusaha di Kawasan Berikat merangkap Penyelenggara di Kawasan Berikat, yang selanjutnya
disingkat PDKB, adalah badan hukum yang melakukan kegiatan pengusahaan Kawasan Berikat
yang berada di dalam Kawasan Berikat milik Penyelenggara Kawasan Berikat yang statusnya
sebagai badan hukum yang berbeda.
8. Kegiatan Pengolahan adalah kegiatan:
a. mengolah barang dan bahan dengan atau tanpa Bahan Penolong menjadi barang hasil produksi
dengan nilai tambah yang lebih tinggi, termasuk perubahan sifat dan fungsinya; dan/atau
b. budidaya flora dan fauna.
9. Kegiatan Penggabungan adalah menggabungkan barang Hasil Produksi Kawasan Berikat yang
bersangkutan sebagai produk utama dengan barang jadi yang berasal dari impor, dari Kawasan Berikat
lain, dan/atau dari tempat lain dalam daerah pabean.
10. Barang Modal adalah barang yang digunakan oleh Penyelenggara Kawasan Berikat, Pengusaha Kawasan
Berikat atau PDKB berupa:
a. peralatan untuk pembangunan, perluasan, atau konstruksi Kawasan Berikat;
b. mesin;
c. peralatan pabrik; dan
d. cetakan (moulding), termasuk suku cadang, tidak meliputi bahan dan perkakas untuk pembangunan, perluasan, atau kontruksi Kawasan Berikat.
11. Bahan Baku adalah barang dan bahan yang akan diolah menjadi barang hasil produksi yang
mempunyai nilai guna yang lebih tinggi.
12. Bahan Penolong adalah barang dan bahan selain Bahan Baku yang digunakan dalam Kegiatan
Pengolahan atau Kegiatan Penggabungan yang berfungsi membantu dalam proses produksi.
13. Sisa Bahan Baku adalah Bahan Baku yang masih tersisa yang tidak digunakan lagi dalam proses
produksi.
14. Hasil Produksi Kawasan Berikat adalah hasil dari Kegiatan Pengolahan atau Kegiatan Pengolahan dan
Kegiatan Penggabungan sesuai yang tercantum dalam keputusan mengenai penetapan izin sebagai
Kawasan Berikat.

-5-

15. Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas, yang selanjutnya disebut Kawasan Bebas, adalah
suatu kawasan yang berada dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terpisah
dari daerah pabean, sehingga bebas dari pengenaan Bea Masuk, Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak
Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), dan Cukai.
16. Pajak Dalam Rangka Impor yang selanjutnya disingkat PDRI adalah Pajak Pertambahan Nilai
(PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), dan/atau Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 Impor.
17. Media Penyimpan Data Elektronik adalah informasi atau rangkaian informasi yang disusun dan/atau
dihimpun untuk kegunaan khusus yang diterima, direkam, dikirim, disimpan, diproses, diambil
kembali, atau diproduksi secara elektronik dengan menggunakan komputer atau perangkat pengolah
data elektronik, optikal, atau cara lain yang sejenis.
18. Pertukaran Data Elektronik yang selanjutnya disingkat dengan PDE adalah alir informasi bisnis
secara elektronik antar aplikasi, antar organisasi secara langsung yang terintegrasi melalui jaringan
komputer.
19. Orang adalah orang perseorangan atau badan hukum.
20. Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia.
21. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
22. Kantor Wilayah atau Kantor Pelayanan Utama adalah Kantor Wilayah atau Kantor Pelayanan Utama di
lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya kewajiban pabean sesuai dengan
Undang-Undang Kepabeanan dan Undang-Undang Cukai.
23. Kantor Pabean adalah kantor dalam lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat
dipenuhinya kewajiban pabean sesuai dengan Undang-Undang Kepabeanan dan Undang-Undang
Cukai.
24. Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan
tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu.
25. Petugas Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang bertugas di Kawasan
Berikat.
26. Badan Pengusahaan Kawasan Bebas adalah Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan
Pelabuhan Bebas.

-6-

2. Diantara Pasal 35 dan Pasal 36 disisipkan 1 (satu) Pasal, yakni Pasal 35A yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 35A
(1) Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB dapat memasukkan barang modal berupa peralatan pabrik
dan/atau suku cadang barang modal yang diimpor tidak bersamaan dengan barang modal yang
bersangkutan dari luar daerah pabean atau Kawasan Berikat lain dengan terlebih dahulu mengajukan
permohonan pemasukan kepada Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama yang
mengawasi melalui Kepala Kantor Pabean.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri sekurang-kurangnya:
a. daftar berisi data peralatan pabrik dan/atau suku cadang barang modal yang akan dimasukkan ke
Kawasan Berikat, meliputi jumlah, jenis, kondisi, dan spesifikasi;
b. keterangan mengenai fungsi dari barang yang dimohonkan;
c. keterangan mengenai:
1) jumlah peralatan pabrik sejenis yang telah dimiliki beserta rincian kebutuhan akan
peralatan pabrik yang bersangkutan, apabila barang yang dimohonkan adalah peralatan
pabrik; atau
2) jumlah barang modal yang memerlukan penggantian suku cadang yang akan
dimasukkan ke Kawasan Berikat, apabila barang yang dimohonkan adalah suku cadang barang
modal; dan
d. dokumen pembelian seperti proforma invoice atau purchase order.
(3) Atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), Kepala Kantor Pabean melakukan penelitian terhadap kelengkapan berkas permohonan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan tingkat kepatuhan perusahaan yang meliputi:
a. Perusahaan dimaksud tidak sedang dalam proses penanganan perkara pidana kepabeanan dan/atau
cukai;
b. Perusahaan dimaksud tidak memiliki tunggakan bea masuk, cukai, dan/atau sanksi administrasi
berupa denda yang belum dilunasi; dan
c. Perusahaan dimaksud tidak dalam proses pailit.

-7-

(4) Dalam hal permohonan yang diajukan melalui Kepala Kantor Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan tidak lengkap dan/atau berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
perusahaan tidak memenuhi ketentuan yang dipersyaratkan, Kepala Kantor Pabean mengembalikan
berkas permohonan kepada pemohon dengan menyebutkan alasan pengembalian.
(5) Dalam hal permohonan yang diajukan melalui Kepala Kantor Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah lengkap dan berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) perusahaan telah
memenuhi ketentuan yang dipersyaratkan, Kepala Kantor Pabean meneruskan permohonan kepada
Kepala Kantor wilayah dengan memberikan rekomendasi.
(6) Berdasarkan permohonan yang diteruskan oleh Kepala Kantor Pabean, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama melakukan penelitan hal-hal sebagai berikut:
a. Barang tersebut benar-benar dibutuhkan untuk kelancaran proses produksi dan/atau dalam
rangka penambahan kapasitas produksi;
b. Kewajaran jumlah barang yang dimasukkan dengan kebutuhan Kawasan Berikat yang bersangkutan;
dan
c. Penggantian peralatan pabrik dan/atau suku cadang barang modal;
(7) Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud
pada ayat (6).
3. Diantara Pasal 58 dan Pasal 59 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 58A yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 58A (1) Pengeluaran barang modal asal impor yang belum diselesaikan kewajiban pembayaran Bea Masuk ke Kawasan Berikat lain sebelum jangka waktu 2 (dua) tahun sejak diimpor dan/atau belum dipergunakan di Kawasan Berikat yang bersangkutan dilakukan dengan mengajukan permohonan persetujuan
disertai dengan alasan kepada Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama yang mengawasi.

-8-

(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri dengan:
a. fotokopi penetapan tempat sebagai Kawasan Berikat dan izin Penyelenggara Kawasan Berikat
sekaligus izin Pengusaha Kawasan Berikat, atau izin PDKB tujuan;
b. fotokopi dokumen pabean pemasukan dan dokumen pelengkap pabean lainnya; dan
c. dokumen yang mendukung alasan pemindahtanganan.
(3) Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama melakukan penelitian serta memberikan
persetujuan atau penolakan setelah berkas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
diterima secara lengkap.
(4) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetujui, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama menerbitkan surat persetujuan pemindahtanganan barang modal asal
impor yang belum diselesaikan kewajiban pembayaran Bea Masuk ke Kawasan Berikat lain
kepada pemohon sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran XIII yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(5) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditolak, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama menyampaikan surat penolakan kepada pemohon dengan menyebutkan
alasan penolakan.
4. Ketentuan Pasal 60 ayat (1) diubah sehingga Pasal 60 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 60
(1) Pengeluaran barang modal asal impor yang belum diselesaikan kewajiban pembayaran Bea Masuk ke
tempat lain dalam daerah pabean sebelum jangka waktu 4 (empat) tahun sejak diimpor atau sejak
dimasukkan untuk digunakan di Kawasan Berikat asal, dan telah dipergunakan di Kawasan Berikat
sekurang-kurangnya selama 2 (dua) tahun dilakukan dengan mengajukan permohonan persetujuan
kepada Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Wilayah melalui Kepala Kantor Pabean yang
mengawasi.

-9-

(2) Jangka waktu 4 (empat) tahun sejak diimpor atau sejak dimasukkan untuk digunakan di Kawasan
Berikat asal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung dari tanggal Pemberitahuan Impor Barang
untuk Ditimbun di Tempat Penimbunan Berikat.
(3) Telah dipergunakan di Kawasan Berikat sekurangkurangnya selama 2 (dua) tahun sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dihitung dari pemakaian barang modal di Kawasan Berikat.
(4) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri dengan:
a. fotokopi penetapan tempat sebagai Kawasan Berikat dan izin Penyelenggara Kawasan Berikat
sekaligus izin Pengusaha Kawasan Berikat, atau izin PDKB yang bersangkutan; dan
b. fotokopi Pemberitahuan Impor Barang untuk Ditimbun di Tempat Penimbunan Berikat dan
dokumen pelengkap pabean lainnya. (5) Dalam hal berkas permohonan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) diajukan tidak lengkap, Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor
Pabean mengembalikan berkas permohonan kepada pemohon dengan menyebutkan alasan
pengembalian.
(6) Berdasarkan berkas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Kepala Kantor Pabean
melakukan penelitian dan meneruskan berkas permohonan tersebut kepada Kepala Kantor Wilayah
setelah permohonan diterima secara lengkap.
(7) Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama memberikan persetujuan atau
penolakan setelah berkas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterima secara lengkap oleh
Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama.
(8) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetujui, Kepala Kantor Wilayah atau
Kepala Kantor Pelayanan Utama menerbitkan surat persetujuan pemindahtanganan barang modal asal
impor yang belum diselesaikan kewajiban pembayaran Bea Masuk ke perusahaan di tempat
lain dalam daerah pabean sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran XIII yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.

-10-

(9) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditolak, Kepala Kantor Wilayah atau
Kepala Kantor Pelayanan Utama menyampaikan surat penolakan kepada pemohon dengan
menyebutkan alasan penolakan.
5. Ketentuan Pasal 61 ayat (1) diubah sehingga Pasal 61 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 61
(1) Pengeluaran Barang Modal asal impor yang belum diselesaikan kewajiban pembayaran Bea Masuk ke
tempat lain dalam daerah pabean setelah jangka waktu 4 (empat) tahun sejak diimpor atau sejak
dimasukkan untuk digunakan di Kawasan Berikat asal, dan telah dipergunakan di Kawasan Berikat
sekurang-kurangnya selama 2 (dua) tahun dilakukan dengan mengajukan permohonan keputusan
pembebasan Bea Masuk kepada Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Wilayah
melalui Kepala Kantor Pabean yang mengawasi.
(2) Jangka waktu 4 (empat) tahun sejak diimpor atau sejak dimasukkan untuk digunakan di Kawasan
Berikat asal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung dari tanggal Pemberitahuan Impor Barang
untuk Ditimbun di Tempat Penimbunan Berikat.
(3) Telah dipergunakan di Kawasan Berikat sekurangkurangnya selama 2 (dua) tahun sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dihitung dari pemakaian barang modal di Kawasan Berikat.
(4) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri dengan:
a. fotokopi penetapan tempat sebagai Kawasan Berikat dan izin Penyelenggara Kawasan Berikat
sekaligus izin Pengusaha Kawasan Berikat, atau izin PDKB yang bersangkutan; dan
b. fotokopi Pemberitahuan Impor Barang untuk Ditimbun di Tempat Penimbunan Berikat dan dokumen pelengkap pabean lainnya.
(5) Dalam hal berkas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan tidak lengkap,
Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean mengembalikan berkas permohonan kepada
pemohon dengan menyebutkan alasan pengembalian.
(6) Kepala Kantor Pabean melakukan penelitian dan meneruskan berkas permohonan tersebut kepada
Kepala Kantor Wilayah setelah permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterima secara
lengkap.

-11-

(7) Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama memberikan persetujuan atau penolakan
setelah berkas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterima secara lengkap.
(8) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetujui, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama atas nama Menteri menerbitkan keputusan pembebasan Bea Masuk atas
barang modal asal impor yang belum diselesaikan kewajiban pembayaran Bea Masuk sesuai contoh
format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran XVI  yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Direktur Jenderal ini.
(9) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditolak, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama menyampaikan surat penolakan kepada pemohon dengan menyebutkan
alasan penolakan.
6. Ketentuan Pasal 76 diubah sehingga Pasal 76 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 76
(1) Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB dapat:
a. memberikan pekerjaan subkontrak sebagian kegiatan pengolahan kepada Pengusaha Kawasan
Berikat atau PDKB lainnya dan/atau kepada perusahaan industri di tempat lain dalam daerah
pabean; dan/atau
b. menerima pekerjaan subkontrak dari Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB lainnya dan/atau
dari perusahaan industri di tempat lain dalam daerah pabean.
(2) Pemeriksaan awal atau penyortiran dan pemeriksaan akhir atau pengepakan, atas pekerjaan
subkontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a harus dilakukan di Kawasan Berikat yang
bersangkutan.
(3) Pekerjaan pemeriksaan awal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi pekerjaan pengecekan
kualitas dan kuantitas barang saat pertama barang datang atau diterima.
(4) Pekerjaan penyortiran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi kegiatan pemisahan barang untuk
di simpan di gudang bahan baku sebelum masuk proses produksi.
(5) Pekerjaan pemeriksaan akhir sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi kegiatan kontrol
kualitas hasil produksi Kawasan Berikat apakah layak untuk di ekspor.

-12-

(6) Pekerjaan pengepakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi kegiatan pengemasan hasil
produksi Kawasan Berikat.
(7) Barang hasil subkontrak harus dimasukkan kembali ke Kawasan Berikat termasuk barang/bahan sisa dan/atau potongan.
7. Diantara Pasal 76 dan Pasal 77 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 76A yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 76A
(1) Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB dapat menerima pekerjaan subkontrak dari perusahaan
industri di tempat lain dalam daerah pabean, setelah mendapat persetujuan dari Kepala Kantor Pelayanan
Utama atau Kepala Kantor Pabean yang mengawasi.
(2) Untuk mendapatkan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pengusaha Kawasan Berikat
atau PDKB harus mengajukan permohonan yang dilampiri dengan perjanjian subkontrak.
(3) Dalam hal  permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diajukan tidak lengkap, maka Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean mengembalikan berkas permohonan kepada pemohon
dengan menyebutkan alasan pengembalian.
(4) Perjanjian subkontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling sedikit memuat:
a. uraian pekerjaan yang dilakukan;
b. jangka waktu pekerjaan subkontrak;
c. data konversi pemakaian barang dan/atau bahan, meliputi:
1) data jumlah barang dan/atau bahan yang akan disubkontrakkan;
2) data jumlah barang hasil pekerjaan subkontrak; dan
3) data jumlah barang/bahan sisa dan/atau potongan.
(5) Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean melakukan penelitian dan memberikan
persetujuan atau penolakan setelah berkas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diterima secara lengkap.
(6) Dalam memberikan persetujuan, Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean
mempertimbangkan:

-13-

a. Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB melakukan kegiatan utama produksi untuk tujuan ekspor
dan/atau antar Kawasan Berikat dan pekerjaan menerima subkontrak tersebut merupakan
pekerjaan sampingan.
b. Perusahaan dimaksud tidak sedang dalam proses penanganan perkara pidana kepabeanan dan/atau
cukai;
c. Perusahaan dimaksud tidak memiliki tunggakan bea masuk, cukai dan/atau sanksi administrasi
berupa denda yang belum dilunasi;
d. Perusahaan dimaksud tidak dalam proses pailit; dan
e. Perusahaan dimaksud tidak sedang memberikan subkontrak atas jenis pekerjaan yang sama/identik
ke perusahaan lain di tempat lain dalam daerah pabean dan/atau ke Kawasan Berikat lain.
(7) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disetujui, Kepala Kantor Pelayanan Utama
atau Kepala Kantor Pabean menerbitkan surat persetujuan.
(8) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditolak, Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean menyampaikan surat penolakan dengan menyebutkan alasan penolakan.
8. Ketentuan Pasal 77 diubah sehingga Pasal 77 berbunyi sebagai berikut :
Pasal 77
(1) Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB dapat memberikan pekerjaan subkontrak dalam jangka
waktu paling lama 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal persetujuan subkontrak sampai dengan
barang hasil subkontrak dimasukkan kembali ke Kawasan Berikat, setelah mendapat persetujuan dari
Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean yang mengawasi.
(2) Jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat diberikan perpanjangan.
(3) Untuk mendapatkan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pengusaha Kawasan Berikat
atau PDKB harus mengajukan permohonan yang dilampiri dengan:

-14-

a. fotokopi izin Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB atau fotokopi izin usaha perusahaan
industri/badan usaha di tempat lain dalam daerah pabean yang akan menerima pekerjaan
subkontrak; dan
b. perjanjian subkontrak.
(4) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diajukan tidak lengkap, maka Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean mengembalikan berkas permohonan kepada pemohon dengan menyebutkan alasan pengembalian.
(5) Perjanjian subkontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b paling sedikit memuat:
a. uraian pekerjaan yang dilakukan;
b. jangka waktu pekerjaan subkontrak;
c. data konversi pemakaian barang dan/atau bahan, meliputi:
1) data jumlah barang dan/atau bahan yang akan disubkontrakkan;
2) data jumlah barang hasil pekerjaan subkontrak; dan
3) data jumlah barang/bahan sisa dan/atau potongan.
(6) Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean melakukan penelitian dan memberikan
persetujuan atau penolakan setelah berkas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
diterima secara lengkap.
(7) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disetujui, Kepala Kantor Pelayanan Utama,
Kepala Kantor Pabean, atau pejabat yang ditunjuk menerbitkan surat persetujuan subkontrak.
(8) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditolak, Kepala Kantor Pelayanan Utama,
Kepala Kantor Pabean, atau pejabat yang ditunjuk menyampaikan surat penolakan dengan menyebutkan
alasan penolakan.
(9) Dalam rangka menjaga kelancaran pelayanan kepada Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB, Kepala
Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean dapat mendelegasikan kewenangan pemberian
persetujuan memberikan pekerjaan subkontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada pejabat
dibawahnya dengan mempertimbangkan sekurang kurangnya :

-15-

a. analisa beban kerja;
b. manajemen risiko; dan
c. pengamanan hak keuangan negara.
(10) Pendelegasian kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dengan diterbitkan Keputusan Kepala
Kantor Pabean.
(11) Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean dapat melakukan pemeriksaan lokasi
perusahaan penerima subkontrak dalam hal subkontrak dilakukan ke perusahaan industri di
tempat lain dalam daerah pabean.
9. Diantara Pasal 92 dan Pasal 93 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 92A yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 92A
(1) Barang asal luar daerah pabean yang masih terutang atau masih menjadi tanggung jawab Kawasan
Berikat yang telah dicabut izinnya, harus:
a. diekspor kembali;
b. dikeluarkan ke tempat lain dalam daerah pabean dengan membayar Bea Masuk dan/atau Cukai,
dan PDRI sepanjang telah memenuhi ketentuan kepabeanan di bidang impor dan cukai; dan/atau
c. dipindahtangankan ke Kawasan Berikat lainnya, dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung
sejak tanggal pencabutan izin.
(2) Pelaksanaan ekspor kembali, pengeluaran ke tempat lain dalam daerah pabean, dan/atau
pemindahtanganan ke Kawasan Berikat lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menggunakan
dokumen pemberitahuan pabean atas nama Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB yang telah
dicabut izinnya sesuai peraturan perundangan yang mengatur mengenai dokumen pemberitahuan
pabean.
(3) Nilai pabean yang dipergunakan dalam rangka pembayaran bea masuk, cukai, dan atau PDRI
sebagaimana dimaksud pada ayat 2 huruf b mengacu kepada perhitungan bea masuk, cukai, dan
atau PDRI yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 147/PMK.04/20011 sebagaimana
telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 44/PMK.04/2011.

-16-

(4) Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB yang telah dicabut izinnya tidak dapat mengajukan permohonan
pembebasan bea masuk untuk penyelesaian barang modal asal luar daerah pabean yang masih ada di
Kawasan Berikat yang bersangkutan.
(5) Terhadap persetujuan pembebasan bea masuk yang diterbitkan sebelum izin Kawasan Berikat dicabut
dapat dipergunakan untuk penyelesaian barang asal luar daerah pabean yang masih terutang atau masih
menjadi tanggung jawab Kawasan Berikat yang telah dicabut izinnya.

10.Ketentuan Pasal 93 diubah sehingga Pasal 93 berbunyi sebagai berikut :

Pasal 93

(1) Terhadap izin sebagai Kawasan Berikat yang telah diterbitkan sebelum berlakunya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 147/PMK.04/2011 tentang Kawasan Berikat dan lokasi Kawasan Berikat tersebut berada di luar kawasan industri, berlaku ketentuan sebagai berikut :

a. dapat diberikan perpanjangan sampai dengan tanggal 31 Desember 2014; atau

b. dalam hal memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 147/PMK.04/2011 tentang Kawasan Berikat, dapat diberikan perpanjangan dengan jangka waktu lebih dari 31 Desember 2014;

dengan mengajukan perpanjangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 147/PMK.04/2011 tentang Kawasan Berikat.

(2) Perpanjangan izin sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) huruf a dapat diberikan sampai dengan 31

Desember 2016 dengan ketentuan:

a. Perusahaan dimaksud tidak sedang dalam proses penanganan perkara pidana kepabeanan dan/atau
cukai;

b. Perusahaan dimaksud tidak memiliki tunggakan bea masuk, cukai dan/atau sanksi administrasi
berupa denda yang belum dilunasi; dan c. Perusahaan dimaksud tidak dalam proses pailit.

-17-

11. Ketentuan Pasal 93A diubah sehingga Pasal 93A berbunyi sebagai berikut:

Pasal 93A

(1) Terhadap Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB yang telah mendapatkan izin sebelum berlakunya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 147/PMK.04/2011 tentang Kawasan Berikat berlaku
ketentuan sebagai berikut :

a. Terhadap pemindahtanganan barang modal dari Kawasan Berikat ke tempat lain dalam daerah
pabean yang diimpor sebelum berlakunya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 147/PMK.04/2011 tentang Kawasan Berikat, tetap diberlakukan ketentuan pemindah tanganan sesuai Keputusan Menteri Keuangan Nomor 291/KMK.05/1997 tentang Kawasan Berikat sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 101/PMK.04/2005.

-18-

(3) Terhadap pemindahtanganan barang modal dari Kawasan Berikat ke tempat lain dalam daerah
pabean yang diimpor sebelum berlakunya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 147/PMK.04/2011 tentang Kawasan Berikat dan telah melebihi 4 (empat) tahun sejak diimpor atau dimasukkan ke Kawasan Berikat,  persetujuan pemindahtanganan barang modal dimaksud diajukan ke Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama.

(4) Untuk mendapatkan persetujuan penjualan hasil produksi ke tempat lain dalam daerah pabean
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB harus
mengajukan permohonan kepada Direktur Fasilitas Kepabeanan dengan melampirkan:

a. fotokopi penetapan tempat sebagai Kawasan Berikat dan izin Penyelenggara Kawasan Berikat
sekaligus izin Pengusaha Kawasan Berikat, atau izin PDKB yang bersangkutan;

b. rekapitulasi nilai produksi tahun berjalan; dan
c. rincian jenis barang yang diproduksi serta uraian kegunaan dari barang yang bersangkutan.

(5) Nilai produksi tahun berjalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dihitung sebesar nilai produksi perusahaan pada saat pengajuan permohonan dimulai dari 1 Januari tahun yang bersangkutan.

(6) Direktur Fasilitas Kepabeanan, melakukan penelitian dan memberikan persetujuan atau penolakan setelah berkas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (4) diterima secara lengkap.

(7) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (4) disetujui, Direktur Fasilitas Kepabeanan menerbitkan surat persetujuan.

(8) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (4) ditolak, Direktur Fasilitas Kepabeanan, menyampaikan surat penolakan dengan menyebutkan alasan penolakan.

-19-

Pasal II
Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku pada tanggal
ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 9 April 2012
DIREKTUR JENDERAL,
ttd
AGUNG KUSWANDONO
NIP 19670329 199103 1 001

Thursday, August 2, 2012

Contoh Cara Pengisian PEB


http://repository.beacukai.go.id/peraturan/2012/05/3b406d02ebf4-per-18bc_2012.pdf

Contoh :

PT. Sumber Makmur mengekspor barang ke Malaysia. Pengurusan PEB
dikuasakan kepada PT. Pusaka Perdana Jaya Kencana yang beralamat di Jalan
Enggano No.50, Tanjung Priok, Jakarta Utara.
Nama : Pusaka Perdana Jaya Kencana, PT.
11. Alamat
Diisi pada kolom yang disediakan dengan alamat pengusaha PPJK sesuai dengan data
alamat pada NPWP.
Contoh :
Alamat : Jalan Enggano No.50, Tanjung Priok, Jakarta Utara
12. Nomor Pokok PPJK
Diisi pada kolom yang disediakan dengan Nomor Pokok PPJK (NPPPJK).
DATA PENGANGKUTAN
13. Cara Pengangkutan
Diisi pada kolom yang disediakan dengan cara pengangkutan yang terdiri atas:
a. pengangkutan menggunakan angkutan laut,
b. pengangkutan menggunakan kereta api,
c. pengangkutan menggunakan angkutan jalan raya,
d. pengangkutan menggunakan angkutan udara,
e. pengangkutan menggunakan jasa pos,
f. pengangkutan menggunakan angkutan multimoda,
g. pengangkutan menggunakan instalasi / pipa,
h. pengangkutan menggunakan angkutan sungai, atau
i. pengangkutan menggunakan sarana pengangkut lainnya (lain dari 1 s/d 8).
Angkutan Multimoda adalah angkutan barang dengan menggunakan paling sedikit 2 (dua)
moda angkutan yang berbeda atas dasar 1 (satu) kontrak pengangkutan yang menggunakan
dokumen angkutan multimoda dari satu tempat diterimanya barang oleh operator angkutan
multimoda ke suatu tempat yang ditentukan untuk penyerahan barang tersebut.
Contoh :
Barang ekspor akan diangkut dengan angkutan laut
Cara Pengangkutan : Angkutan Laut
14. Nama Sarana Pengangkut
Diisi pada kolom yang disediakan dengan nama sarana pengangkut yang akan mengangkut
barang ekspor ke luar daerah pabean.
Contoh :
PT. Sumber Makmur, mengekspor barang dari Makassar, Sulawesi Selatan tujuan
Malaysia. Dari Makassar, diangkut dengan sarana pengangkut MV. Freedom Voy
115N (Berbendera Singapura). Incoterm yang digunakan adalah FOB, dimana
pelabuhan muat yang tercantum pada B/L adalah Soekarno Hatta, Makassar dan
pelabuhan tujuan adalah Malaysia.
Nama Sarana Pengangkut MV Freedom
Dalam hal barang yang akan diekspor dimuat tidak ke sarana pengangkut tujuan luar
daerah pabean, maka nama sarana pengangkut diisi dengan nama sarana pengangkut dari
pelabuhan muat asal dan nama sarana pengangkut dari pelabuhan muat ekspor.
Contoh :
PT. Sumber Makmur, mengekspor barang dari Makassar, Sulawesi Selatan tujuan
Malaysia. Dari Makassar, diangkut dengan sarana pengangkut MV. Mandiri Jaya
102S (Berbendera Indonesia) menuju Surabaya. Di Surabaya, barang dibongkar
dan akan diangkut ke Malaysia dengan sarana pengangkut MV. Freedom Voy
115N (Berbendera Singapura).
Nama Sarana Pengangkut MV Mandiri Jaya/ MV. Freedom
15. Nomor Pengangkut (Voy/ Flight/Nopol)
Diisi pada kolom yang disediakan dengan nomor perjalanan sarana pengangkut. Nomor
voyage untuk angkutan laut, nomor flight untuk angkutan udara, dan nomor polisi untuk
angkutan darat.
Pengisian Nomor Pengangkutan harus sesuai dengan pengisian Nama Sarana Pengangkut
pada kolom 14.
16. Bendera Sarana Pengangkut
Diisi pada kolom yang disediakan dengan kode negara sebagai bendera yang terdaftar atau
teregistrasi dari sarana pengangkut yang akan mengangkut barang ekspor.
Pengisian Bendera Sarana Pengangkut harus sesuai dengan pengisian Nama Sarana
Pengangkut pada kolom 14.
TANGGAL PERKIRAAN EKSPOR
17. Tanggal Perkiraan Ekspor
Diisi pada kolom yang disediakan dengan tanggal, bulan dan tahun
(DD/MM/YYYY)perkiraan barang akan diekspor
Contoh :
Tanggal Perkiraan Ekspor : 23 / 08 / 2008
DATA PELABUHAN
18. Pelabuhan Muat Asal
Diisi pada kolom yang disediakan dengan kode dan nama pelabuhan laut atau udara tempat
pemuatan barang ekspor ke sarana pengangkut yang akan mengangkut barang ekspor di
dalam daerah pabean yang bukan bagian dari angkutan multimoda.
Kolom ini tidak diisi/dikosongkan dalam hal barang yang akan diekspor dimuat ke
a. sarana pengangkut yang akan berangkat ke luar negeri; atau
b. sarana pengangkut dalam negeri yang merupakanbagian dari angkutan multimoda.
Contoh :
PT. Sumber Makmur berencana mengajukan Pemberitahuan Ekspor Barang ke KPPBC
Makassar untuk ekspor barang ke Malaysia melalui pelabuhan laut Soekarno Hatta
Makassar dengan menggunakan kapal MV. Lancang Kuning tujuan Tanjung Perak -
Surabaya. Pengangkutan oleh kapal MV. Lancang Kuning tersebut bukan bagian dari
angkutan multimoda.
Di pelabuhan Tanjung Perak Surabaya barang selanjutnya diangkut olehkapal MV.
Confidence dengan tujuan Port Kelang - Malaysia dan transit di Singapore Container
Terminal - Singapura.
Pelabuhan Muat Asal : I D U J U Soekarno Hatta, UP
19. Pelabuhan/Tempat Muat Ekspor
Diisi pada kolom yang disediakan dengan kode dan nama pelabuhan/ tempat barang
ekspor dimuat ke sarana pengangkut tujuan luar daerah pabean.
Tempat Muat Ekspor adalah Kawasan Pabean tempat dimuatnya barang ekspor ke sarana
pengangkut darat yang akan berangkat ke luar daerah pabean melalui perbatasan darat
yang ditunjuk.
Contoh :
- Contoh kasus sesuai dengan contoh pada cara pengisian pelabuhan muat ekspor.
Pelabuhan/Tempat Muat Ekspor : IDTPK Tanjung Perak, Sby
- Contoh cara pengisian tempat muat ekspor di perbatasan darat Entikong.
Pelabuhan/Tempat Muat Ekspor : IDENTEntikong
20. Pelabuhan Transit LN
Diisi pada kolom yang disediakan dengan nama pelabuhan dan kode pelabuhan tempat
barang ekspor transit di luar negeri untuk diangkut lanjut atau angkut terus.
Kolom ini hanya diisi bila sarana pengangkut yang membawa barang ekspor melakukan
transit di pelabuhan lainnya di luar negeri.
Dalam hal lebih dari satu pelabuhan luar negeri, maka pelabuhan transit LN diisi dengan
pelabuhan transit luar negeri yang terakhir disinggahi.
Contoh :
Contoh kasus sesuai dengan contoh pada cara pengisian pelabuhan muat.
Pelabuhan Transit LN : S G S C T Singapore Cont Term
21. Pelabuhan Bongkar
Diisi pada kolom yang disediakan dengan nama pelabuhan dan kode pelabuhan tempat
akan dibongkarnya barang ekspor dari sarana pengangkut yang membawa barang ekspor.
Contoh :
Contoh kasus sesuai dengan contoh pada cara pengisian pelabuhan muat.
Pelabuhan Bongkar : M Y P K G Port Kelang,Malaysia
DOKUMEN PELENGKAP PABEAN
22. No & Tgl Invoice
Diisi pada kolom yang disediakan dengan nomor dan tanggal invoice.
Format tanggal invoice adalah tanggal, bulan dan tahun (DD/MM/YYYY).
Contoh :
No & Tgl Invoice : INV-099845-090908
19/09/2008
23. Jenis Dok/ Nomor/ Tgl.
Diisi pada kolom yang disediakan dengan jenis dokumen pelengkap pabean termasuk
dokumen perizinan ekspor, nomor dokumen pelengkap pabean dan tanggalnya.
Dalam hal dokumen pelengkap pabean lebih dari 1 (satu) dokumen, kolom diisi “..... (angka
dan huruf) dokumen, lihat lembar lanjutan”. Rincian jenis dokumen pelengkap pabean diisi di
lembar lanjutan Pemberitahuan Ekspor Barang.
Format tanggal dokumen adalah tanggal, bulan dan tahun (DD/MM/YYYY).
Contoh :
Jenis Dokumen/ Nomor/ Tgl.
Packing List PL14665 19/08/2008
LOKASI PEMERIKSAAN
24. Lokasi Pemeriksaan
Diisi pada kolom yang disediakan dengan lokasi pemeriksaan barang ekspor.
Lokasi pemeriksaan terdiri atas :
a. di Kawasan Pabean; atau
b. di luar Kawasan Pabean.
Kolom ini diisi dalam hal barang ekspor termasuk kategori barang ekspor yang diperiksa
fisik.
Contoh :
Pemeriksaan fisik dilakukan di luar kawasan pabean
Lokasi Pemeriksaan : luar kawasan pabean
25. Kantor Pabean Pemeriksaan
Diisi pada kolom yang disediakan dengan kode kantor pabean yang melakukan
pemeriksaan fisik barang ekspor.
Kolom ini diisi dalam hal barang ekspor harus diperiksa fisik.
Contoh :
PEB didaftarkan di KPU Tanjung Priok dan pemeriksaan akan dilakukan di Bogor oleh
KPPBC Bogor
Kantor Pabean Pemeriksaan : 050300 KPPBC Bogor
DATA PERDAGANGAN
26. Daerah Asal Barang
Diisi pada kolom yang disediakan dengan kode dan nama propinsi/ kabupaten/ kota asal
barang tempat diproduksi atau dihasilkannya barang ekspor.
Dalam hal eksportir bukan produsen, maka kolom daerah asal barang diisi dengan daerah
asal barang disimpan atau ditimbun.
Contoh :
Daerah Asal Barang : 3214 Purwakarta, Jawa Barat
27. Negara Tujuan Ekspor
Diisi pada kolom yang disediakan dengan kode dan nama negara tujuan barang akan
diekspor.
Dalam hal negara tujuan barang dikirim dengan alamat penerima/ pembeli tidak sama,
maka yang diisi pada pada kolom negara tujuan adalah negara tujuan barang dikirim.
Contoh :
Eksportir melakukan transaksi barang dengan pembeli barang di Singapura yang dalam
perjanjiannya barang akan dikirim ke penerima di negara Perancis dengan Pelabuhan
Bongkar di Amsterdam – Belanda.
Negara Tujuan Ekspor :FR France
28. Cara Penyerahan Brg
Diisi pada kolom yang disediakan dengan uraian dan kode cara penyerahan barang ekspor
antara penjual dan pembeli.
Uraian dan kode cara penyerahan barang
a. Ex Works (EXW);
b. Free Carrier (FCA);
c. Free Alongside Ship (FAS);
d. Free on Board (FOB);
e. Cost and Freight (CFR);
f. Cost, Insurance, and Freight (CIF);
g. Carriage Paid To (CPT);
h. Carriage and Insurance Paid To (CIP);
i. Delivered At Frontier (DAF);
j. Delivered Ex Ship (DES);
k. Delivered Ex Quay (DEQ);
l. Delivered Duty Unpaid (DDU); atau
m. Delivered Duty Paid (DDP);
Contoh :
Cara Penyerahan Barang : FOB Free On Board
29. Bank Devisa Hasil Ekspor
Diisi pada kolom yang disediakan dengan uraian dan kode Bank Devisa.
Dalam hal transaksi ekspor melalui lebih dari 1 (satu) Bank Devisa, data Bank Devisa Hasil
Ekspor pada lembar pertama di isi “Lihat Lembar Lanjutan”.
Contoh :
Bank Devisa Hasil Ekspor : 008 – BANK MANDIRI
30. Jenis Valuta Asing
Diisi pada kolom yang disediakan dengan uraian dan kode jenis valuta asing.
Contoh :
Jenis Valuta Asing : USD United State Dollar
31. Freight
Diisi pada kolom yang disediakan dengan nilai freight barang ekspor dalam valuta asing
sesuai pengisian pada kolom nomor 30 – Jenis Valuta Asing.
Contoh :
Freight : 1.000,00
32. Asuransi (LN/ DN)
Diisi pada kolom yang disediakan dengan nilai asuransi barang ekspor yang bersangkutan
dalam valuta asing sesuai pengisian pada kolom nomor 30 – Jenis Valuta Asing.
Contoh :
Biaya asuransi sebesar USD 250,00 (dua ratus lima puluh united state dollar) dibayar di
dalam negeri.
Asuransi : 250,00 (DN)
33. FOB
Diisi pada kolom yang disediakan dengan nilai total barang ekspor dengan Incoterm FOB
dan dalam valuta asing sesuai pengisian pada kolom nomor 30 – Jenis Valuta Asing.
Contoh :
Total nilai ekspor (FOB) sebesar USD 50.000,00 (lima puluh ribu united state dollar).
FOB : 50.000,00
DATA PETI KEMAS
34. Peti Kemas
Diisi pada kolom yang disediakan dengan ya atau tidak. Diisi ya apabila barang ekspor
diangkut menggunakan peti kemas dan diisi tidak apabila barang ekspor tidak diangkut
menggunakan peti kemas.
Contoh :
Barang akan diekspor dengan menggunakan kontainer dengan status FCL.
Peti Kemas : Ya
35. Status Peti Kemas
Diisi pada kolom yang disediakan dengan status pengangkutan dalam peti kemas.
Kolom ini diisi dalam hal pengangkutan barang ekspor menggunakan peti kemas.
Status dan kode peti kemas terdiri Full Container Load (FCL) Less Container Load (LCL)
atau gabungan FCL dan LCL.
Contoh :
Contoh kasus sesuai dengan tata cara pengisian peti kemas.
Status Peti Kemas : FCL
36. Jumlah Peti Kemas
Diisi pada kolom yang disediakan dengan jumlah dan ukuran dari peti kemas.
Kolom ini diisi dalam hal pengangkutan barang ekspor menggunakan peti kemas dengan
status FCL
Contoh :
Barang ekspor diangkut dengan menggunakan peti kemas ukuran 20” sejumlah 1 (satu)
peti kemas dan ukuran 40” sejumlah 1 (satu) peti kemas.
Jumlah Peti Kemas : 1 X 20”, 1 X 40”
37. Merek dan Nomor Peti Kemas
Diisi pada kolom yang disediakan dengan merek dan nomor peti kemas.
Kolom ini diisi dalam hal pengangkutan barang ekspor menggunakan peti kemas dengan
status FCL
Dalam hal jumlah peti kemas lebih dari satu, maka pada kolom diisi “..... (angka dan huruf)
peti kemas, lihat lembar lanjutan”. Rincian lengkap merek dan nomor peti kemas diisi pada
lembar lanjutan Pemberitahuan Ekspor Barang.
Contoh :
Merek dan Nomor Peti Kemas :NAWA1234567
DATA KEMASAN
38. Jenis Kemasan
Diisi pada kolom yang disediakan dengan kode dan jenis kemasan yang digunakan untuk
mengemas barang.
Contoh :
Jenis Kemasan: PK Package
39. Jumlah Kemasan
Diisi pada kolom yang disediakan dengan jumlah kemasan barang ekspor.
Contoh :
100 Package
Jumlah Kemasan : 100
40. Merek Kemasan
Diisi pada kolom yang disediakan dengan merek kemasan yang tercantum pada kemasan
barang ekspor.
Contoh :
Pada kemasan barang tercantum PT. ABG, Army Toy, 100 cs
Merek Kemasan : PT. ABG, Army Toy, 100 cs
DATA BARANG EKSPOR
41. Volume
Diisi pada kolom yang disediakan dengan volume keseluruhan barang ekspor tidak
termasuk pengemasnya dalam satuan m3 (Meter Kubik).
Contoh :
Barang ekspor memiliki kubikasi 1550 m3 tidak termasuk pengemasnya.
Volume : 1.550
42. Berat Kotor
Diisi pada kolom yang disediakan dengan berat kotor (bruto) keseluruhan barang ekspor
dalam satuan kg (kilogram).
Berat kotor adalah berat barang ekspor termasuk dengan pengemasnya.
Contoh :
Berat kotor barang ekspor keseluruhan sejumlah 10.150 Kg.
Berat Kotor : 10.150
43. Berat Bersih
Diisi pada kolom yang disediakan dengan berat bersih (netto) keseluruhan barang ekspor
dalam satuan kg (kilogram).
Berat bersih adalah berat barang ekspor tidak termasuk dengan pengemasnya.
Contoh :
Berat bersih barang ekspor keseluruhan sejumlah 10.000 Kg.
Berat Bersih : 10.000
44. No.
Diisi pada kolom yang disediakan dengan nomor urut.
Dalam hal jenis barang ekspor lebih dari satu jenis dan lebih dari satu pos tarif, maka
nomor urutnya dirinci pada angka 45 lembar lanjutan, sedangkan pada lembar pertama
untuk angka 45 sampai dengan 50 cukup diberi catatan “.............. (angka dan huruf) jenis
barang, lihat lembar lanjutan”
Contoh :
10 (sepuluh) jenis barang, lihat lembar lanjutan.
45. Pos tarif/ HS, uraian jumlah dan jenis
barang secara lengkap merk, tipe,
ukuran, spesifikasi lain, dan kode barang
Diisi pada kolom yang disediakan dengan :
a. Nomor pos tarif/ HS; dan
b. Uraian jumlah dan jenis barang secara lengkap, merk, tipe, ukuran, spesifikasi lain.
Dalam hal barang ekspor berasal dari TPB atau mendapat fasilitas Kemudahan Impor
Tujuan Ekspor (KITE), maka pada kolom yang disediakan diisi juga dengan kode barang.
Pengisian uraian jumlah dan jenis barang harus diisi secara jelas dan lengkap, sehingga
dengan uraian barang tersebut dapat ditetapkan klasifikasi dari barang ekspor.
Dalam hal barang ekspor lebih dari satu pos tarif dan/atau lebih dari satu uraian jenis
barang, maka kolom diisi kata-kata “Lihat Lembar Lanjutan”. Kemudian pada kolom
Lembar Lanjutan Data Barang Ekspor diisi masing-masing pos tarif dan/atau masingmasing
uraian jenis barang.
Yang dimaksud dengan kode barang adalah kode barang hasil produksi dalam hal ekspor
dari Kawasan Berikat dan ekspor barang pada saat impornya ditujukan untuk diolah,
dirakit, atau dipasang pada barang lain dengan mendapatkan fasilitas pembebasan atau
pengembalian bea masuk.
Sedangkan dalam hal ekspor dari Gudang Berikut adalah kode barang yang sama pada saat
penerimaan.
Contoh :
- xxxx.xx.xxxx
- Kain sarung polyester 65% cotton 35%
- 1000 (seribu) pieces
- Merek Salak, tipe A. ukuran Dewasa
- Kode barang : 100015
46. HE Barang dan Tarif
BK pada tanggal
pendaftaran
Diisi pada kolom yang disediakan dengan
a. Harga Ekspor barang persatuan barang; dan
b. tarif bea keluar;
pada tanggal pendaftaran pemberitahuan ekspor barang.
Harga ekspor dan tarif bea keluar yang diisi pada kolom ini adalah harga ekspor dan tarif
sesuai Keputusan Menteri Keuangan yang berlaku.
Dalam hal harga ekspor dan tarif BK berbeda untuk beberapa jenis barang ekspor, lembar
pertama tidak diisi tetapi dirinci pada Lembar Lanjutan.
Dalam hal barang ekspor tidak terkena BK, maka kolom ini dikosongkan dan diberi tanda
“----“.
Contoh :
Ekspor CPO, ditetapkan dikenakan BK dengan HE USD 1.106,00 / MT dan tarif BK 30%
(tiga puluh perseratus):
- USD 1.106,00
- 30%
47. Jumlah dan jenis satuan,
berat bersih (Kg),
volume (m3)
Diisi pada kolom yang disediakan dengan :
a. jumlah dan jenis barang menurut satuan barang, uraian dan kode satuan barang
ekspor yang bersangkutan dengan berpedoman kepada dasar harga ekspor;
b. berat bersih (netto) dalam satuan kilogram untuk setiap jenis barang;
c. volume barang tidak termasuk pengemas dalam satuan m3 (meter kubik) untuk setiap
jenis barang.
Contoh :
Ekspor CPO sebanyak 2.000,00 MT, berat bersih 1.800.000 kg, volume 2.000.000 m3:
- 2.000,00 MT
- 1.800.000 kg
- 2.000.000 m3
48. - Perizinan Ekspor
- Negara Asal Barang
Diisi pada kolom yang disediakan dengan perizinan yang diperlukan dalam rangka ekspor
barang dan negara asal dari barang ekspor diproduksi atau dihasilkan untuk setiap jenis
barang ekspor.
Jenis perizinan ekspor pada kolom ini harus mengacu pada pengisian kolom 23 (Dokumen
Pelengkap Pabean).
49. Jumlah Nilai FOB
Diisi pada kolom yang disediakan dengan nilai FOB untuk setiap jenis barang ekspor.
50. Nilai Tukar Mata Uang
Diisi pada kolom yang disediakan dengan harga mata uang rupiah terhadap mata uang
asing sesuai dengan mata uang yang digunakan dalam harga ekspor pada saat tanggal
pembayaran Bea Keluar.
Dalam hal barang ekspor tidak terkena Bea Keluar, maka kolom ini dikosongkan dan diberi
tanda “----“.
Contoh :
USD 1 = Rp. 9.300,00
Nilai Tukar Mata Uang : 9.300,00
DATA PENERIMAAN NEGARA
51. Nilai BK dalam Rupiah
Diisi pada kolom yang disediakan dengan jumlah keseluruhan hasil perhitungan bea keluar
dalam rupiah.
Dalam hal barang ekspor tidak terkena Bea Keluar, maka kolom ini dikosongkan dan diberi
tanda “----“.
Contoh :
Bea Keluar yang harus dibayar sejumlah Rp. 9.000.000,00 (sembilan juta rupiah)
Nilai BK dalam Rupiah : 9.000.000,00
52. PNBP
Diisi pada kolom yang disediakan dengan jumlah Penerimaan Negara Bukan Pajak dalam
rupiah yang harus dibayar oleh eksportir.
Contoh :
Pelayanan PEB dengan PDE dikenakan PNBP sebesar Rp. 100.000,00
PNBP : 100.000,00
G. TANDA TANGAN EKSPORTIR/ PPJK
Diisi pada kolom yang disediakan dengan
a. nama tempat;
b. tanggal; dan
c. nama jelas eksportir/ PPJK.
Kolom ini wajib ditandatangani oleh eksportir atau PPJK.
H. KOLOM KHUSUS BEA DAN CUKAI
Diisi oleh pejabat bea dan cukai atau oleh sistem komputer pelayanan pada kolom yang
disediakan dengan
a. nomor, tanggal pendaftaran;
b. nomor, tanggal manifest; dan
c. nomor pos/sub pos manifest.
Kolom ini hanya diisi oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
I. BUKTI PEMBAYARAN
Diisi pada kolom yang disediakan dengan bukti pembayaran Bea Keluar dan/ atau Penerimaan
Negara Bukan Pajak (PNBP) berupa
a. nomor dan tanggal Surat Setoran Pabean, Cukai dan Pajak (SSPCP);
b. nomor dan tanggal transaksi bank/ transaksi pos/ SSPCP; dan/ atau
c. nomor dan tanggal transaksi penerimaan negara.
Dalam hal pembayaran dilakukan di Bank, maka yang dicatat adalah Nomor dan tanggal
Transaksi Bank (NTB).
Dalam hal pembayaran dilakukan di Kantor Pos, maka yang dicatat adalah Nomor dan tanggal
Transaksi Pos (NTP).
Dalam hal pembayaran dilakukan di Kantor Pabean, maka kolom NTB/ NTP atau NTPN tidak
perlu diisi.
Pada bagian bawah kolom, ditandatangani oleh pejabat yang menerima pembayaran dan diberi
cap dinas instansi terkait.
12. Pengisian kolom-kolom Lembar Lanjutan Dokumen Pelengkap Pabean sesuai dengan cara
pengisian lembar pertama angka 23 (Jenis/Nomor/Tgl Dokumen Pelengkap Pabean).
13. Pengisian kolom-kolom Lembar Lanjutan Bank Devisa Hasil Ekspor sesuai dengan cara pengisian
lembar pertama angka 29 (Bank Devisa Hasil Ekspor)
14. Pengisian kolom-kolom Lembar Lanjutan Peti Kemas sesuai dengan cara pengisian lembar pertama
angka 37 (Merek dan Nomor Peti Kemas) dan data ukuran sesuai data peti kemas yang
dicantumkan.
15. Pengisian kolom-kolom Lembar Lanjutan Data Barang Ekspor sesuai dengan cara pengisian lembar
pertama angka 44 s.d. angka 49
16. Pengisian kolom-kolom Lembar Lanjutan Khusus Perusahaan Jasa Titipan (PJT) adalah sebagai
berikut::
- Pengisian kolom Pengirim dan Penerima sesuai daftar yang dilampirkan oleh PJT meliputi:
1) Identitas Pengirim, diisi dengan jenis identitas dan nomor identitas.
2) Nama Pengirim, diisi nama pengirim barang.
3) Alamat Pengirim, diisi alamat pengirim barang
4) Nama Penerima, diisi nama penerima barang.
5) Alamat Penerima, diisi alamat penerima barang
- Pengisian kolom angka 45 s.d angka 49 sesuai dengan cara pengisian lembar pertama angka
45 s.d. angka 49.
- Khusus angka 47, ditambah dengan data jumlah dan jenis kemasan
17. Pengisian kolom-kolom Lembar Lampiran Pemberitahuan Ekspor Barang Untuk Barang Ekspor
Yang Mendapat Kemudahan Impor Tujuan Ekspor Yang Digabung Dengan Barang Lain adalah
sebagai berikut :
Pengisian kolom
a. Kantor Pabean Pemuatan;
b. Nomor Pengajuan;
sesuai dengan cara pengisian kolom pada rekapitulasi Pemberitahuan Ekspor Barang.
No.
Diisi pada kolom yanng disediakan dengan nomor urut.
- NPWP Perusahaan
- NIPER
- Nama Perusahaan
- Alamat Perusahaan
Diisi pada kolom yang disediakan dengan :
a. Nomor Pokok Wajib Pajak Perusahaan;
b. Nomor Induk Perusahaan;
c. Nama Perusahaan; dan
d. Alamat Perusahaan;
yang mendapatkan fasilitas kemudahan impor tujuan ekspor, yang menghasilkan barang-barang
dan/atau bahan baku dan telah digabung sehingga menjadi produk untuk diekspor.
- Pos Tarif/ HS
- Uraian jenis dan jumlah
barang secara lengkap
merk, tipe, ukuran,
spesifikasi lain
Diisi pada kolom yang disediakan dengan :
a. pos tarif atau klasifikasi barang atau bahan baku gabungan yang akan diekspor; dan
b. uraian jenis dan jumlah barang atau bahan baku gabungan yang akan diekspor dengan lengkap,
serta merek, tipe, ukuran, spesifikasi lain dari barang atau bahan baku tersebut.
Nomor & Tanggal
SSTB
Diisi pada kolom yang disediakan dengan nomor dan tanggal Surat Serah Terima Barang (SSTB).
- Jumlah & Jenis Satuan
- Berat Bersih (Kg)
Diisi pada kolom yang disediakan dengan jumlah dan jenis satuan barang atau bahan baku
gabungan yang akan diekspor serta berat bersih dalam satuan kilogram.
Jumlah Nilai
FOB
Diisi pada kolom yang disediakan dengan nilai barang atau bahan baku gabungan yang akan
diekspor dalam FOB.